<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d20182466\x26blogName\x3dWise+Guys+Corner\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dSILVER\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://ceritabijak.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den_US\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://ceritabijak.blogspot.com/\x26vt\x3d7316774677435629774', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>

Wise Guys Corner

cerita dalam blog ini selain ditulis sendiri juga didapat dari berbagai sumber, baik internet, buku, email maupun mailing list.. semoga bermanfaat

 

Belajar Dari Keledai

Suatu hari keledai milik seorang petani jatuh ke dalam sumur. Hewan itu menangis dengan memilukan selama berjam-jam semetara si petani memikirkan apa yang harus dilakukannya. Akhirnya, Ia memutuskan bahwa hewan itu sudah tua dan sumur juga perlu ditimbun (ditutup - karena berbahaya); jadi tidak berguna untuk menolong si keledai. Ia mengajak tetangga-tetangganya untuk datang membantunya. Mereka membawa sekop dan mulai menyekop tanah ke dalam sumur.

Pada mulanya, ketika si keledai menyadari apa yang sedang terjadi, ia menangis penuh kengerian. Tetapi kemudian, semua orang takjub, karena si keledai menjadi diam. Setelah beberapa sekop tanah lagi dituangkan ke dalam sumur, si petani melihat ke dalam sumur dan tercengang karena apa yang dilihatnya. Walaupun punggungnya terus ditimpa oleh bersekop-sekop tanah dan kotoran, si keledai melakukan sesuatu yang menakjubkan. Ia mengguncang-guncangkan badannya agar tanah yang menimpa punggungnya turun ke bawah, lalu menaiki tanah itu. Sementara tetangga-2 si petani terus menuangkan tanah kotor ke atas punggung hewan itu, si keledai terus juga menguncangkan badannya dan melangkah naik. Segera saja, semua orang terpesona ketika si keledai meloncati tepi sumur dan melarikan diri!

Kehidupan terus saja menuangkan tanah dan kotoran kepadamu, segala macam tanah dan kotoran. Cara untuk keluar dari 'sumur' (kesedihan, masalah, dsb) adalah dengan menguncangkan segala tanah dan kotoran dari diri kita (pikiran, dan hati kita) dan melangkah naik dari 'sumur' dengan menggunakan hal-hal tersebut sebagai pijakan. Setiap masalah-masalah kita merupakan satu batu pijakan untuk melangkah. Kita dapat keluar dari 'sumur' yang terdalam dengan terus berjuang, jangan pernah menyerah! Guncangkanlah hal negatif yang menimpa dan melangkahlah naik !!!

 
 

Permainan Kentang

Ada salah satu TK (Taman Kanak-kanak), pada suatu hari guru TK tersebut mengadakan "permainan" menyuruh anak-anak muridnya membawa kantong plastik transparan 1 buah dan kentang. Masing-masing kentang tersebut diberi nama berdasarkan nama orang yang dibenci, sehingga jumlah kentangnya tidak ditentukan berapa...tergantung jumlah orang-orang yg dibenci.

Pada hari yang disepakati masing-masing murid membawa kentang dalam kantong plastik. Ada yang berjumlah 2, ada yang 3 bahkan ada yang 5. Seperti perintah guru mereka tiap-tiap kentang diberi nama sesuai nama orang yang dibenci. Murid-murid harus membawa kantong plastik berisi kentang tersebut kemana saja mereka pergi bahkan ke toilet sekalipun selama 1 minggu.

Hari berganti hari kentang-kentang pun mulai membusuk, murid-murid mulai mengeluh, apalagi yang membawa 5 buah kentang, selain berat baunya juga tidak sedap. Setelah 1 minggu murid2 TK tersebut merasa lega karena penderitaan mereka akan segera berakhir.

Guru:"Bagaimana rasanya membawa kentang selama 1 minggu?" Keluarlah keluhan dari murid-murid TK tersebut, pada umumnya mereka tidak merasa nyaman harus membawa kentang-kentang busuk tersebut kemanapun mereka pergi.Guru pun menjelaskan apa arti dari "permainan" yang mereka lakukan. Guru:"Seperti itulah kebencian yang selalu kita bawa-bawa apabila kita tidak bisa memaafkan orang lain." Sungguh sangat tidak menyenangkan membawa kentang busuk kemanapun kita pergi. Itu hanya 1 minggu begitu berat rasanya, jika kita membawa kebencian itu seumur hidup? Alangkah tidaknyamannya....."


 
 

Hukum Tabur Tuai

Ada dua orang India sedang mengarungi badai salju di pegunungan Himalaya. Mereka berjalan dengan susah payah karena udara yang sangat dingin terasa sampai ke sumsum tulang dan terpaan angin dingin juga menambah beratnya perjalanan mereka.

Di tengah perjalanan tiba-tiba mereka bertemu dengan seorang laki-laki yang tergeletak di pinggir jalan. Karena kasihan melihat keadaan orang itu, orang India yang pertama berkata kepada temannya, " Orang ini masih hidup. Kasihan sekali kalau dia dibiarkan tergeletak di sini, dia pasti akan meninggal, mari kita tolong dia." Tapi temannya menjawab," Bagaimana kita bisa menolongnya kalau membawa diri sendiri saja sudah sangat susah di tengah badai seperti ini. Kalau kau ingin membawanya, silahkan, tapi aku tidak akan menolongmu."

Maka orang yang pertama dengan sangat susah payah memanggul tubuh orang yang tak berdaya itu sedangkan temannya lebih dulu melanjutkan perjalanan sendirian. Orang India yang pertama memang pada awalnya merasa perjalannya sangat berat karena beratnya tubuh orang yang dipanggulnya itu, tapi lama kelamaan ia tidak terlalu merasa kedinginan lagi karena kehangatan tubuh orang yang dipanggulnya itu juga menjalar ke tubuhnya, maka ia terus berjalan dengan pelan-pelan. Kemudian di tepi perjalanan, dia melihat satu orang lagi yang tergeletak di tengah jalan, ketika ia memperhatikan lebih dekat orang itu sudah meninggal dunia dan dia adalah teman seperjalanannya tadi. Jadi karena tidak tahan terhadap cuaca yang sangat dingin itu, temannya itu akhirnya meninggal dunia karena kedinginan, sedangkan ia tertolong oleh panas tubuh orang yang ditolongnya itu.


Maka Anda lihat bukan, bahwa karena niatnya untuk menolong orang lain, sebenarnya dia telah menolong dirinya sendiri, jadi banyak-banyaklah berbuat baik terhadap siapa saja tak peduli betapa sulit pun keadaan kita. Karena kita tidak pernah tahu apa yang menanti kita di depan sana. (Lucia Andriani)

 
 

Akibat Piara Prasangka

Alkisah seorang wanita tua memenangkan sekeranjang koin di sebuah mesin judi di Atlantic City. Tentu ia sangat excited dengan kemenangan luar biasa malam itu, dan merencanakan untuk merayakannya bersama suami dengan makan malam bersama. Sementara suaminya memesan tempat ke subuah restoran, wanita tua ini kembali ke kamar untuk menyimpan sekeranjang koin kemenangannya itu. Tentu dengan perasaan was-was, karena takut dirampok.

Ia naik kemar melalui lift yang tersedia, dan ketika ia masuk, di dalamnya ternyata masuk juga dua pria negro berkacama hitam, bertubuh kekar dan kelihatan sangat sangar. "Aduh, jangan-jangan mereka ini perampok yang mengincar para penjudi yang habis menang," pikirnya. Tetapi wanita tua itu, meski dengan ketakutan, masuk ke dalam lift juga. "Ah, pasti bukan," hiburnya dalam hati. Tetapi toh ketakutannya makin bertambah, apalagi ketika dilihatnya --dari sudut matanya, mereka tidak tersenyum sama sekali! Wanita tua itu lalu mendekap erat keranjang koinnya dan berbalik menghadap pintu untuk menutupi rasa takutnya. Jantungnya berdegup keras ketika ternyata lift tidak bergerak!

"Waduh, mati aku! Mereka pasti akan merampokku!" pikirnya. Wanita tua itu mulai panik! Keringat dingin bercucuran! "Tuhan, saya telah terperangkap oleh dua perampok ini!" di dalam hati ia berdoa. Tiba-tiba salah satu dari dua orang negro yang seram itu berkata keras memecahkan kesunyian, "Hit the floor!" Secara refleks wanita tua itu pun tiarap memukul lantai lift, sehingga keranjang koinnnya tertumpah dan koin berhamburan di dalam lantai lift! Ia diam sambil tetap menunduk panik dan berdoa, "Tuhan, tolong saya!"

Kemudian ia merasakan uluran tangan dari salah satu negro itu, "Mam, saya meminta teman saya untuk menekan tombol lantai berapa kita akan menuju, bukan meminta Anda memukul lantai lift!" kata pria itu sambil menahan tawa luar biasa. "Ya ampuuun." wanita tua itu merasa malu sekali dan meminta maaf kepada dua orang negro itu yang disangkanya akan merampoknya. Dua orang negro itu, sambil tetap menahan tawa membantu mengumpulkan koin-koin serta mengantar wanita tua itu ke depan pintu kamar. Tawa mereka meledak bersama-sama ketika si wanita tua itu kembali minta maaf dan kemudian masuk ke dalam kamar. Esok paginya, di depan kamar wanita tua itu diletakkan rangkaian bunga dengan ucapan, "Terimakasih untuk tawa terbaik yang kita lakukan bersama tadi malam." - dan di bawahnya tertera nama bintang film dan pebola basket negro terkenal di Amerika Serikat.

Jangan memulai sesuatu dengan prasangka dan pikiran negatif, karena hal itu akan membawa Anda kepada tindakan-tindakan yang salah, yang kesalahan itu akan makin membesar seperti bola salju. Saatnya Anda menyortir "prasangka-prasangka" yang telah membuat hidup Anda kehilangan arah.
"Jangan memelihara "piaraan" yang bernama prasangka, karena prasangka
akan membuat arah tindakan Anda keluar dari rel."

 
 

Kesabaran Beruang

Seekor beruang yang bertubuh besar sedang menunggu seharian dgn sabar ditepi sungai deras, waktu itu memang tidak sedang musim ikan. Sejak pagi ia berdiri disana mencoba meraih ikan yang meloncat keluar air. Namun,tak satu juga ikan yg berhasil ia tangkap. Setelah berkali-2 mencoba, akhirnya.. hup.. ia dpt menangkap seekor ikan kecil. Ikan yang tertangkap menjerit-jerit ketakutan, si ikan kecil itu meratap pada sang beruang.

"Wahai beruang, tolong lepaskan aku." "Mengapa ?" tanya beruang. "Tidakkah kau lihat, aku ini terlalu kecil, bahkan bisa lolos lewat celah-2 gigimu," rintih sang ikan. " Lalu kenapa?" tanya beruang lagi. "Begini saja,tolong kembalikan aku ke sungai, setelah beberapa bulan aku akan tumbuh menjadi ikan yang besar, di saat itu kau bisa menangkapku dan memakanku utk memenuhi seleramu." kata ikan. "Wahai ikan, kau tahu kenapa aku bisa tumbuh begitu besar?" tanya beruang. "Mengapa," ikan balas bertanya sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. "Karena aku tidak pernah menyerah walau sekecil apapun keberuntungan yang telah tergenggam di tangan !" jawab beruang sambil tersenyum mantap. "Ops !" teriak sang ikan.

Dalam hidup, kita diberi banyak pilihan dan kesempatan. Namun jika kita tidak mau membuka hati dan mata kita untuk melihat dan menerima kesempatan yang Tuhan berikan maka kesempatan itu akan hilang begitu saja. Dan hal ini hanya akan menciptakan penyesalan yang tiada guna di kemudian hari, saat kita harus berucap :"Ohhhh... andaikan aku tidak menyia2kan kesempatan itu dulu ..!!!?. Maka bijaksanalah pada hidup, hargai setiap detil kesempatan dalam hidup kita.

Disaat sulit, selalu ada kesempatan untuk memperbaiki keadaan;....
Disaat sedih, selalu ada kesempatan untuk meraih kembali kebahagiaan; ....
Di saat jatuh selalu ada kesempatan untuk bangkit kembali; ....
Dan dalam kondisi terburukpun selalu ada kesempatan untuk meraih kembali yang terbaik untuk hidup kita....

Bila kita setia pada perkara yang kecil maka kita akan mendapat perkara yang besar. Bila kita menghargai kesempatan yang kecil, maka ia akan menjadi kesempatan yang besar.

 
 

Menjemput Rizki

Setengah jam menjelang adzan Dzuhur, dari kejauhan mata saya menangkap sosok tua dengan pikulan yang membebani pundaknya. Dari bentuk yang dipikulnya, saya hapal betul apa yang dijajakannya, penganan langka yang menjadi kegemaran saya di masa kecil. Segera saya hampiri dan benarlah, yang dijajakannya adalah kue rangi, terbuat dari sagu dan kelapa yang setelah dimasak dibumbui gula merah yang dikentalkan. Nikmat, pasti.

Satu yang paling khas dari penganan ini selain bentuknya yang kecil-kecil dan murah, kebanyakan penjualnya adalah mereka yang sudah berusia lanjut. "Tiga puluh tahun lebih bapak jualan kue rangi," akunya kepada saya yang tidak bisa menyembunyikan kegembiraan bisa menemukan jajanan masa kecil ini. Sebab, sudah sangat langka penjual kue rangi ini, kalau pun ada sangat sedikit yang masih menggunakan pikulan dan pemanggang yang menggunakan bara arang sebagai pemanasnya.

Tiga jam setengah berkeliling, akunya, baru saya lah yang menghentikannya untuk membeli kuenya. "Kenapa bapak tidak mangkal saja agar tidak terlalu lelah berkeliling," iba saya sambil menaksir usianya yang sudah di atas angka enam puluh. "Saya nggak pernah tahu dimana Allah menurunkan rezeki, jadi saya nggak bisa menunggu di satu tempat. Dan rezeki itu memang bukan ditunggu, harus dijemput. Karena rezeki nggak ada yang nganterin," jawabnya panjang.

Ini yang saya maksud dengan keuntungan dari obrolan-obrolan ringan yang bagi sebagian orang tidak menganggap penting berbicara dengan penjual kue murah seperti Pak Murad ini. Kadang dari mereka lah pelajaran-pelajaran penting bisa didapat. Beruntung saya bisa berbincang dengannya dan karenanya ia mengeluarkan petuah yang saya tidak memintanya, tapi itu sungguh penuh makna.

"Setiap langkah kita dalam mencari rezeki ada yang menghitungnya, dan jika kita ikhlas dengan semua langkah yang kadang tak menghasilkan apa pun itu, cuma ada dua kemungkinan. Kalau tidak Allah mempertemukan kita dengan rezeki di depan sana, biarkan ia menjadi tabungan amal kita nanti," lagi sebaris kalimat meluncur deras meski parau terdengar suaranya.

"Tapi kan bapak kan sudah tua untuk terus menerus memikul dagangan ini?" pancing saya, agar keluar terus untaian hikmahnya. Benarlah, ia memperlihatkan bekas hitam di pundaknya yang mengeras, "Pundak ini, juga tapak kaki yang pecah-pecah ini akan menjadi saksi di akhirat kelak bahwa saya tak pernah menyerah menjemput rezeki."

Sudah semestinya isteri dan anak-anak yang dihidupinya dengan berjualan kue rangi berbangga memiliki lelaki penjemput rezeki seperti Pak Murad. Tidak semua orang memiliki bekas dari sebuah pengorbanan menjalani kerasnya tantangan dalam menjemput rezeki. Tidak semua orang harus melalui jalan panjang, panas terik, deras hujan dan bahkan tajamnya kerikil untuk membuka harapan esok pagi. Tidak semua orang harus teramat sering menggigit jari menghitung hasil yang kadang tak sebanding dengan deras peluh yang berkali-kali dibasuhnya sepanjang jalan. Dan Pak Murad termasuk bagian dari yang tidak semua orang itu, yang Allah takkan salah menjumlah semua langkahnya, tak mungkin terlupa menampung setiap tetes peluhnya dan kemudian mengumpulkannya sebagai tabungan amal kebaikan.

Sewaktu kecil saya sering membeli kue rangi, tidak hanya karena nikmat rasanya melainkan juga harganya pun murah. Sekarang ditambah lagi, kue rangi tak sekadar nikmat dan murah, tapi Pak Murad pedagangnya membuat kue rangi itu semakin lezat dengan kata-kata hikmahnya. Lagi pula sayatak perlu membayar untuk setiap petuahnya itu.

 
 

Frank Slazak

Tidak semua yang kita inginkan itu baik bagi kita.., Tuhan tahu apa yang terbaik bagi kita.Semua dimulai dari impianku. Aku ingin menjadi astronot. Aku ingin terbang keluar angkasa. Tetapi aku tidak memiliki sesuatu yang tepat. Aku tidak memiliki gelar. Dan aku bukan seorang pilot.. Namun, sesuatu pun terjadilah.

Gedung putih mengumumkan mencari warga biasa untuk ikut dalam penerbangan 51-L pesawat ulang-alik Challanger. Dan warga itu adalah seorang guru. Aku warga biasa, dan aku seorang guru. Hari itu juga aku mengirimkan surat lamaran ke Washington. Setiap hari aku berlari ke kotak pos. Akhirnya datanglah amplop resmi berlogo NASA. Doaku terkabulkan ! Aku lolos penyisihan pertama. Ini benar-benar terjadi padaku. Selama beberapa minggu berikutnya, perwujudan impianku semakin dekat saat NASA mengadakan test fisik dan mental. Begitu test selesai, aku menunggu dan berdoa lagi.! Aku tahu aku semakin dekat pada impianku. Beberapa waktu kemudian, aku menerima panggilan untuk mengikuti program latihan astronot khusus di Kennedy Space Center.

Dari 43.000 pelamar, kemudian 10.000 orang, dan kini aku menjadi bagian dari 100 orang yang berkumpul untuk penilaian akhir. Ada simulator, uji klaustrofobi, latihan ketangkasan, percobaan mabuk udara. Siapakah di antara kami yang bisa melewati ujian akhir ini ? Tuhan, biarlah diriku yang terpilih, begitu aku berdoa..

Lalu tibalah berita yang menghancurkan itu. NASA memilih Christina McAufliffe. Aku kalah. Impian hidupku hancur. Aku mengalami depresi. Rasa percaya diriku lenyap, dan amarah menggantikan kebahagiaanku. Aku mempertanyakan semuanya. Kenapa Tuhan ?! Kenapa bukan aku ?! Bagian diriku yang mana yang kurang ?! Mengapa aku diperlakukan kejam ?! Aku berpaling pada ayahku. Katanya, "Semua terjadi karena suatu alasan.."

Selasa, 28 Jan! uari 1986, aku berkumpul bersama teman-teman untuk melihat peluncuran Challanger. Saat pesawat itu melewati menara landasan pacu, aku menantang impianku untuk terakhir kali. Tuhan, aku bersedia melakukan apa saja agar berada di dalam pesawat itu. Kenapa bukan aku ?! Tujuh puluh tiga detik kemudian, Tuhan menjawab semua pertanyaanku dan menghapus semua keraguanku saat Challanger meledak, dan menewaskan semua penumpang.

Aku teringat kata-kata ayahku, "Semua terjadi karena suatu alasan.." Aku tidak terpilih dalam penerbangan itu, walaupun aku sangat menginginkannya karena Tuhan memiliki alasan lain untuk kehadiranku di bumi ini. Aku memiliki misi lain dalam hidup. Aku tidak kalah; aku seorang pemenang.

Aku menang karena aku telah kalah. Aku, Frank Slazak, masih hidup untuk bersyukur pada Tuhan karena tidak semua doaku dikabulkan.

 
 

Telaga Hati

Suatu hari seorang tua bijak didatangi seorang pemuda yang sedang dirundung masalah. Tanpa membuang waktu pemuda itu langsung menceritakan semua masalahnya. Pak tua bijak hanya mendengarkan dgn seksama, lalu ia mengambil Segenggam serbuk pahit dan meminta anak muda itu untuk mengambil segelas air. Ditaburkannya serbuk pahit itu ke dalam gelas, lalu diaduknya perlahan. "Coba minum ini dan katakan bagaimana rasanya ", ujar pak tua.

"Pahit, pahit sekali ", jawab pemuda itu sambil meludah ke samping. Pak tua itu tersenyum, lalu mengajak tamunya ini untuk berjalan ke tepi telaga belakang rumahnya. Kedua orang itu berjalan berdampingandan akhirnya sampai ke tepi telaga yg tenang itu. Sesampai disana, Pak tua itu kembali menaburkan serbuk pahit ke telaga itu, dan dgn sepotong kayu ia mengaduknya.

"Coba ambil air dari telaga ini dan minumlah." Saat si pemuda mereguk air itu, Pak tua kembali bertanya lagi kepadanya, "Bagaimana rasanya ?" "Segar ", sahut si pemuda. "Apakah kamu merasakan pahit di dalam air itu ?" tanya pak tua. "Tidak, " sahut pemuda itu. Pak tua tertawa terbahak-bahak sambil berkata: "Anak muda, dengarkan baik-baik. Pahitnya kehidupan, adalah layaknya segenggam serbuk pahit ini,tak lebih tak kurang. Jumlah dan rasa pahitnyapun sama dan memang akan tetap sama. Tetapi kepahitan yg kita rasakan sangat tergantung dari wadah yang kita miliki.? Kepahitan itu akan didasarkan dari perasaan tempat kita meletakkannya. Jadi saat kamu merasakan kepahitan dan kegagalan dalam hidup, hanya ada satu yg kamu dapat lakukan; lapangkanlah dadamu menerima semuanya itu, luaskanlah hatimu untuk menampung setiap kepahitan itu."

Pak tua itu lalu kembali menasehatkan : "Hatimu adalah wadah itu. Perasaanmu adalah tempat itu. Kalbumu adalah tempat kamu menampung segalanya.? Jadi jangan jadikan hatimu seperti gelas, buatlah laksana telaga yg mampu menampung setiap kepahitan itu, dan merubahnya menjadi kesegaran dan kedamaian."

 
 

Sehelai Pita Kuning

Pada tahun 1971 surat kabar New York Post menulis kisah nyata tentang seorang pria yang hidup di sebuah kota kecil di White Oak, Georgia, Amerika. Pria ini menikahi seorang wanita yang cantik dan baik, sayangnya dia tidak pernah menghargai istrinya. Dia tidak
menjadi seorang suami dan ayah yang baik. Dia sering pulang malam-malam dalam
keadaan mabuk, lalu memukuli anak dan isterinya.
Satu malam dia memutuskan untuk mengadu nasib ke kota besar, New York. Dia mencuri uang tabungan isterinya, lalu dia naik bis menuju ke utara, ke kota besar, ke kehidupan yang baru. Bersama-sama beberapa temannya dia memulai bisnis baru. Untuk beberapa saat dia menikmati hidupnya. Sex, gambling, drug. Dia menikmati semuanya.

Bulan berlalu. Tahun berlalu. Bisnisnya gagal, dan ia mulai kekurangan uang. Lalu dia mulai terlibat dalam perbuatan kriminal. Ia menulis cek palsu dan menggunakannya untuk menipu uang orang. Akhirnya pada suatu saat naas, dia tertangkap. Polisi menjebloskannya ke dalam penjara, dan pengadilan menghukum dia tiga tahun penjara. Menjelang akhir masa penjaranya, dia mulai
merindukan rumahnya. Dia merindukan istrinya. Dia rindu keluarganya. Akhirnya dia memutuskan untuk menulis surat kepada istrinya, untuk menceritakan betapa menyesalnya dia.
Bahwa dia masih mencintai isteri dan anak-anaknya. Dia berharap dia masih boleh kembali. Namun dia juga mengerti bahwa mungkin sekarang sudah terlambat, oleh karena itu ia mengakhiri suratnya dengan menulis, "Sayang, engkau tidak perlu menunggu aku. Namun jika engkau masih ada perasaan padaku, maukah kau nyatakan? Jika kau masih mau aku
kembali padamu, ikatkanlah sehelai pita kuning bagiku, pada satu-satunya pohon beringin
yang berada di pusat kota. Apabila aku lewat dan tidak menemukan sehelai pita kuning, tidak apa-apa. Aku akan tahu dan mengerti. Aku tidak akan turun dari bis, dan akan terus menuju Miami. Dan aku berjanji aku tidak akan pernah lagi menganggu engkau dan anak-anak seumur hidupku."

Akhirnya hari pelepasannya tiba. Dia sangat gelisah. Dia tidak menerima surat balasan dari isterinya. Dia tidak tahu apakah isterinya menerima suratnya atau sekalipun dia membaca suratnya, apakah dia mau mengampuninya? Dia naik bis menuju Miami, Florida, yang melewati
kampung halamannya, White Oak. Dia sangat sangat gugup. Seisi bis mendengar ceritanya, dan mereka meminta kepada sopir bus itu, "Tolong, pas lewat White Oak, jalan pelan-pelan...kita mesti lihat apa yang akan terjadi..."

Hatinya berdebar-debar saat bis mendekati pusat kota White Oak. Dia tidak berani mengangkat kepalanya. Keringat dingin mengucur deras. Akhirnya dia melihat pohon itu. Air mata menetas di matanya... Dia tidak melihat sehelai pita kuning... Tidak ada sehelai pita kuning.... Tidak ada sehelai...... Melainkan ada seratus helai pita-pita kuning....bergantungan di pohon
beringin itu...Ooh...seluruh pohon itu dipenuhi pita kuning...!!!!!!!!!!!!

Kisah nyata ini menjadi lagu hits nomor satu pada tahun 1973 di Amerika. Sang sopir langsung menelpon surat kabar dan menceritakan kisah ini. Seorang penulis lagu menuliskan kisah ini menjadi lagu, "Tie a Yellow Ribbon Around the Old Oak Tree", dan ketika album ini di-rilis pada
bulan Februari 1973, langsung menjadi hits pada bulan April 1973. Sebuah lagu yang manis, namun mungkin masih jauh lebih manis jika kita bisa melakukan apa yang ditorehkan lagu tersebut,...

If God always forgive you,.. will you forgive the others ? .. think wisely .. !!!.

 
 

Anak Kerang

Pada suatu hari seekor anak kerang di dasar laut mengadu dan mengaduh pada ibunya sebab sebutir pasir tajam memasuki tubuhnya yang merah dan lembek. "Anakku," kata sang ibu sambil bercucuran air mata, "Tuhan tidak memberikan pada kita bangsa kerang sebuah tangan pun, sehingga Ibu tak bisa menolongmu. Sakit sekali, aku tahu anakku. Tetapi terimalah itu sebagai takdir alam." "Kuatkan hatimu. Jangan terlalu lincah lagi. Kerahkan semangatmu melawan rasa ngilu dan nyeri yang menggigit. Balutlah pasir itu dengan getah perutmu. Hanya itu yang bisa kau perbuat", kata ibunya dengan sendu dan lembut.

Anak kerang pun melakukan nasihat bundanya. Ada hasilnya, tetapi rasa sakit bukan alang kepalang. Kadang di tengah kesakitannya, ia meragukan nasihat ibunya. Dengan air mata ia bertahan, bertahun-tahun lamanya. Tetapi tanpa disadarinya sebutir mutiara mulai terbentuk dalam dagingnya. Makin lama makin halus. Rasa sakit pun makin berkurang. Dan semakin lama mutiaranya semakin besar. Rasa sakit menjadi terasa lebih wajar. Akhirnya sesudah sekian tahun, sebutir mutiara besar, utuh mengkilap, dan berharga mahal pun terbentuk dengan sempurna. Penderitaannya berubah menjadi mutiara ; air matanya berubah menjadi sangat berharga. Dirinya kini, sebagai hasil derita bertahun-tahun, lebih berharga daripada sejuta kerang lain yang cuma disantap orang sebagai kerang rebus di pinggir jalan.

Cerita di atas adalah sebuah paradigma yg menjelaskan bahwa penderitaan adalah lorong transendental untuk menjadikan "kerang biasa" menjadi "kerang luar biasa". Karena itu dapat dipertegas bahwa kekecewaan dan penderitaan dapat mengubah "orang biasa" menjadi "orang luar biasa". Banyak orang yang mundur saat berada di lorong transendental tersebut, karena mereka tidak tahan dengan cobaan yang mereka alami. Ada dua pilihan sebenarnya yang bisa mereka masuki : menjadi `kerang biasa' yang disantap orang, atau menjadi `kerang yang menghasilkan mutiara'. Sayangnya, lebih banyak orang yang mengambil pilihan pertama, sehingga tidak mengherankan bila jumlah orang yang sukses lebih sedikit dari orang yang `biasa-biasa saja'.

So..sahabat mungkin saat ini kamu sedang mengalami penolakan, kekecewaan, patah hati, atau terluka krn orang2 disekitar kamu..cobalah utk tetap tersenyum dan tetap berjalan di lorong tersebut, dan sambil katakan didalam hatimu.. "Airmataku diperhitungkan Tuhan..dan penderitaanku ini akan mengubah diriku menjadi mutiara2..."

 
 

Semoga Ia Tahu

Segera kupanggil tukang mainan di KRL itu, boneka tangan berbentuk bebek dengan bunyi yang lucu saat dipencet bagian dalamnya, lebih lucu lagi adalah lidah boneka yang keluar secara mengagetkan bersamaan dengan bunyinya. "Beli satu bang ..." kubayangkan senyum ceria Dinda saat menerima hadiah 'murah' dari ayahnya ini. Kumasukkan ke dalam tas kantong besar melengkapi beberapa item mainan lainnya yang telah kubeli sebelumnya.

Kemarin, tidak kurang satu kantong besar lainnya berisi mainan yang kubeli dari sebuah pusat mainan anak-anak terkenal. Kupilih berbagai mainan yang pernah ditunjuk Dinda ketika dulu pernah kuajak sambil mengantar mamanya berbelanja. Ada boneka barbie, mainan perlengkapan dapur, dokter-dokteran, boneka-boneka binatang yang lucu-lucu.

Besok, aku juga sudah berjanji dalam hati untuk membelikan sebuah tas sekolah yang pernah ia minta setiap kali melihat konvoi anak-anak Taman Kanak-Kanak Cendikia lewat depan rumah kami. Usianya yang baru menginjak angka 3 membuat ia hanya bisa bermimpi menjadi bagian dari konvoi tersebut. Menurut cerita ibunya, ia terlihat sangat riang
ketika anak-anak TK itu melambai-lambaikan tangan ke arahnya, dan dengan senyumnya yang manis ia membalas lambaian tersebut. Bahkan sampai iring-iringan terakhir sudah terlihat bagai titik di ujung gang ia masih berdiri terpaku dengan tangan terus melambai. Lambat, perlahan melemah lambaiannya dan seperti enggan menurunkan tangannya matanya yang bulat bersinar indah mulai berkaca-kaca, sebaris kata pendek pun meluncur sedih, "Besok kesini lagi ya kakak ..."

Ibunya yang memperhatikan tingkah Dinda seolah bisa menangkap seberkas impian di benak Dinda. Ia meminta izin ke Yayasan Cendikia agar anaknya diizinkan untuk sekedar bermain bersama anak-anak TK itu. Syukurlah bukan cuma sekedar bermain izin yang diberikan, bahkan Dinda dibolehkan untuk ikut berbaris dengan anak-anak itu sebelum memasuki kelas. Hanya saja, tentu Dinda tak boleh masuk kelas karena ia bukan siswa disitu. Senang bercampur sedih yang dirasakan Dinda, senang karena bisa ikut dalam keriangan bersekolah, namun sedih ketika harus rela tak bisa masuk kelas pada saat jam belajar. Senang karena Putri, tetangga sebelah yang baru masuk Sekolah Dasar memberikannya seragam TK, sedih karena seragam itu hanya berlaku di halaman bermain.

Saat itu, aku meminta ibunya agar tak terlalu menuruti permintaan Dinda karena kupikir saat ini waktunya Dinda untuk bermain, mungkin tahun depan barulah ia dikenalkan dengan sekolah. Jadilah Dinda menangis karena tas yang dimintanya tak pernah kubelikan, ibunya pun tak berani membantah laranganku agar tidak membelikannya atas seizinku.

Lusa, hari libur kerja, aku juga sudah berjanji mengajak Dinda untuk tamasya, kemanapun ia mau. Selama ini, ia hanya selalu mendengar keceriaan Dunia Fantasi dari Rena temannya. Atau kesejukan alam di Puncak dari Lia, dan kehangatan pantai Anyer, Carita bahkan pantai Kuta dari Doni yang keluarganya memang hoby ke pantai. Dinda selalu menceritakan ulang hal-hal indah dan menyenangkan dari teman-temannya itu ke ibunya. Kepadaku? Tidak, karena ia tahu aku teramat bosan mendengar cerita-cerita dia yang diulang-ulang itu.

Kubayangkan Dinda tak kalah hebatnya bercerita kepada Doni, Lia dan Rena akan semua pengalamannya berjalan-jalan, tamasya yang baru pertama kali dijalaninya itu. Dan aku, ayahnya, akan teramat senang berjam-jam mendengar cerita Dinda meski aku tahu persis yang dia lakukan saat tamasya.

Aku sudah berubah, sebuah kejadian yang menghentakkan jiwa dan zathinku menyadarkanku dari rasa sayang yang tertahan kepada Dinda. Pekerjaan dan kesibukan berbagai aktifitas luar membuatku terlalu sering menggadaikan kebersamaanku dengan gadis kecilku nan manis itu.
Boneka, sejumlah mainan kesenangannya, tas sekolah impiannya, jalan-jalan yang akan menjadi fantasinya, akan kuberikan semuanya hari ini, besok dan kapanpun ia inginkan. Kan kubiarkan ia bercerita sepanjang ia suka, sekalipun sampai tertidur dalam pelukanku. Namun itu semua terlambat, Dinda tak mungkin melihat boneka dan mainan kesenangannya, tak kan pernah memakai tas sekolah impiannya dan takkan pernah bertamasya bersama. Sejak dua hari lalu saat kepergiannya yang menghentakkan jiwa, ingin rasanya aku mendengar lagi cerita-ceritanya dengan bahasa dan logat yang lucu yang dulu teramat membosankan bagiku. Aku sangat mencintainya, semoga ia tahu.