Mobil Chevy Merah
Ayahku sangat menyayangi mobil-mobilnya. Ayah rutin merawatnya dan memoles catnya sampai mengkilap. Dan ayah tahu setiap bunyi, bau dan keganjilan setiap mobil miliknya. Ayahku juga sangat pemilih, untuk menentukan siapa saja yang diijinkan mengendarai mobilnya. Maka saat aku mendapat SIM mobil di usia enam belas tahun, aku sedikit khawatir akan tanggung jawab yang harus kutanggung bila meninggalkan rumah dengan menggunakan salah satu mobil kesayangan ayahku.
Ayah mempunyai sebuah picku up Chevy berwarna merah yang sangat bagus, sebuah Suburban besar berwarna putih, dan sebuah Mustang dengan mesin V-8. semua mobil ayah selalu dalam kondisi prima. Ayah juga mudah marah dan tidak sabar dengan kecebohan,khususnya bila anak-anaknya sendiri yang ceroboh. Pada suatu sore ayah menyuruhkan ke kota dengan truk chevinya ntuk membelikan sederet daftar benda-benda yang ayah butuhkan untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan aneh di sekeliling rumah. Aku memiliki SIM sudah sekian lama tapi baru kali ini aku dipercayakan ayahku untuk mengendarai salah satu mobilnya. Dan itu adalah pertama kalinya aku terlihat mengendarai mobil di jalan raya dengan chevy merah yang membuatku kelihatan gagah. Aku berhati-hati dalam perjalananku menuju ke kota, memperhatikan dengan cermat setiap lampu lalu lintas, mencoba untuk mengendarai seaman mungkin seperti yang selalu diingatkan ayahku. Berada dalam slah satu mobil ayahku cukup untuk membuatku sebagai pengendara yang teraman di kota. Aku bahkan tidak ingin memikirkan hal itu. Mobilku melaju begitu lampu lalu lintas berubah hijau. Saat aku berada di tengah persimpangan jalan raya, tiba-tiba seorang pria tua yang nampaknya tidak melihat lampu telah menjadi merah, menghantap pintu samping tempatku duduk. Aku menginjak rem, dan mobilku terkelincir di tumpahan minyak, berputar menghantam trotoar dan terbalik.
Aku tidak mampu berpikir jernih pada awalnya, wajahku berdarah karena pecahan kaca, tetapi sabuk pengaman menghindarkan aku dari luka yang serius. Aku samar-samar mengkhawatirkan tentang bahaya kebakaran, tetapimesin mobil telah mati, dan tal lama aku mendengar suara sirene.
Aku baru saja mulai bertanya-tanya berapa lama lagi aku harus terperangkap di dalam mobil saat beberapa petugas pemadam kebakaran membantuku keluar, dan segera aku duduk di sisi jalan, memegangi kepalaku yang sakit, wajah dan kemejaku penuh dengan darah. Di saat itulah aku melihat mobil picku merah ayahku. Mobil itu rusak dan hancur. Aku terkejut bisa keluar dari mobil itu dalam keadaan utuh. Aku tiba-tiba teringat tentang ayahku. Bagaimana aku harus menghadapinya dan menjelaskan kabar yang sangat buruk yang telah menimpa mobil kesayangan dan kebanggaannya.
Kami tinggal di kota kecil, dan beberapa orang yagn melihat kecelakaan itu menenaliku. Seseorang pastilah telah menelepon ayah secepat mungkin karena tidak lama kemudian setelah aku diselamatkan dari remukan mobil, ayahku datang berlari menghampiriku. Aku menutup mata, menunduk dan tidak ingin memandang wajah ayahku.
"Ayah, aku sungguh minta maaf......"
"Terry, apa kau baik-baik saja?" Suara ayah tidak terdengar seperti yang kukira. Waktu aku menengadahkan wajahku, aku melihat ayahku berlutut di sisiku, tangannya yang lembut mengangkat wajahku yang terluka dan mengamati lukaku.
"Apa kau sangat menderita?"
"Aku baik-baik saja. Aku sunggu minta maaf atas mobil ayah."
"Lupakan mobil itu, Terry. Mobil itu hanyalah seonggok mesin. Ayah mencemaskanmu, bukan mobil itu. Bisakah kau berdiri? Bisakah kau berjalah? Ayah akan membawamu ke rumah sakit bila kau rasa tidak membutuhkan ambulans." Aku menggelengkan kepala.
Ayah dengan hati-hati merangkulku dan menopangku berjalan. Aku memandang ayah dan aku terkesan melihat wajahnya yang penuh dengan belas kasihan dan kecemasan. "Bisakah kau bertahan?" ia bertanya , suaranya terdengar ketakutan. "Aku baik-baik saja, Yah. Sungguh. Mengapa kita tidak pulang ke rumah saja? Aku tidak perlu dibawa ke rumah sakit."
Kami akhirnya bersepakat untuk mengunjungi dokter keluarga, yang membersihkan lukaku, membebat lukaku dan memperbolehkanku pulang. Aku tidak ingat saat mobil itu diderek, apa yang kulakukan sepanjan sisa malam itu, atau berapa lama aku terbarin. Yang kutahu adalah bahwa untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku memahami kalau ayah menyayangiku. Akutidak menyadari hal itu sebelumnya, tetapi ayah menyayangiku lebih dari mobil chevy merah, ya, lebih dari mobil-mobilnya yang lain, lebih dariyang dapat kubayangkan sebelumnya.
Sejak hari itu kami berbagi suka dan duka bersama, walau kadang aku membuatnya kecewa sehingga ayah marah. Tetapi satu hal tetap tak berubah. Ayah menyayangiku sejak dulu, sekarang dan ayah akan tetap menyayangiku seumur hidupku.
Ayah mempunyai sebuah picku up Chevy berwarna merah yang sangat bagus, sebuah Suburban besar berwarna putih, dan sebuah Mustang dengan mesin V-8. semua mobil ayah selalu dalam kondisi prima. Ayah juga mudah marah dan tidak sabar dengan kecebohan,khususnya bila anak-anaknya sendiri yang ceroboh. Pada suatu sore ayah menyuruhkan ke kota dengan truk chevinya ntuk membelikan sederet daftar benda-benda yang ayah butuhkan untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan aneh di sekeliling rumah. Aku memiliki SIM sudah sekian lama tapi baru kali ini aku dipercayakan ayahku untuk mengendarai salah satu mobilnya. Dan itu adalah pertama kalinya aku terlihat mengendarai mobil di jalan raya dengan chevy merah yang membuatku kelihatan gagah. Aku berhati-hati dalam perjalananku menuju ke kota, memperhatikan dengan cermat setiap lampu lalu lintas, mencoba untuk mengendarai seaman mungkin seperti yang selalu diingatkan ayahku. Berada dalam slah satu mobil ayahku cukup untuk membuatku sebagai pengendara yang teraman di kota. Aku bahkan tidak ingin memikirkan hal itu. Mobilku melaju begitu lampu lalu lintas berubah hijau. Saat aku berada di tengah persimpangan jalan raya, tiba-tiba seorang pria tua yang nampaknya tidak melihat lampu telah menjadi merah, menghantap pintu samping tempatku duduk. Aku menginjak rem, dan mobilku terkelincir di tumpahan minyak, berputar menghantam trotoar dan terbalik.
Aku tidak mampu berpikir jernih pada awalnya, wajahku berdarah karena pecahan kaca, tetapi sabuk pengaman menghindarkan aku dari luka yang serius. Aku samar-samar mengkhawatirkan tentang bahaya kebakaran, tetapimesin mobil telah mati, dan tal lama aku mendengar suara sirene.
Aku baru saja mulai bertanya-tanya berapa lama lagi aku harus terperangkap di dalam mobil saat beberapa petugas pemadam kebakaran membantuku keluar, dan segera aku duduk di sisi jalan, memegangi kepalaku yang sakit, wajah dan kemejaku penuh dengan darah. Di saat itulah aku melihat mobil picku merah ayahku. Mobil itu rusak dan hancur. Aku terkejut bisa keluar dari mobil itu dalam keadaan utuh. Aku tiba-tiba teringat tentang ayahku. Bagaimana aku harus menghadapinya dan menjelaskan kabar yang sangat buruk yang telah menimpa mobil kesayangan dan kebanggaannya.
Kami tinggal di kota kecil, dan beberapa orang yagn melihat kecelakaan itu menenaliku. Seseorang pastilah telah menelepon ayah secepat mungkin karena tidak lama kemudian setelah aku diselamatkan dari remukan mobil, ayahku datang berlari menghampiriku. Aku menutup mata, menunduk dan tidak ingin memandang wajah ayahku.
"Ayah, aku sungguh minta maaf......"
"Terry, apa kau baik-baik saja?" Suara ayah tidak terdengar seperti yang kukira. Waktu aku menengadahkan wajahku, aku melihat ayahku berlutut di sisiku, tangannya yang lembut mengangkat wajahku yang terluka dan mengamati lukaku.
"Apa kau sangat menderita?"
"Aku baik-baik saja. Aku sunggu minta maaf atas mobil ayah."
"Lupakan mobil itu, Terry. Mobil itu hanyalah seonggok mesin. Ayah mencemaskanmu, bukan mobil itu. Bisakah kau berdiri? Bisakah kau berjalah? Ayah akan membawamu ke rumah sakit bila kau rasa tidak membutuhkan ambulans." Aku menggelengkan kepala.
Ayah dengan hati-hati merangkulku dan menopangku berjalan. Aku memandang ayah dan aku terkesan melihat wajahnya yang penuh dengan belas kasihan dan kecemasan. "Bisakah kau bertahan?" ia bertanya , suaranya terdengar ketakutan. "Aku baik-baik saja, Yah. Sungguh. Mengapa kita tidak pulang ke rumah saja? Aku tidak perlu dibawa ke rumah sakit."
Kami akhirnya bersepakat untuk mengunjungi dokter keluarga, yang membersihkan lukaku, membebat lukaku dan memperbolehkanku pulang. Aku tidak ingat saat mobil itu diderek, apa yang kulakukan sepanjan sisa malam itu, atau berapa lama aku terbarin. Yang kutahu adalah bahwa untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku memahami kalau ayah menyayangiku. Akutidak menyadari hal itu sebelumnya, tetapi ayah menyayangiku lebih dari mobil chevy merah, ya, lebih dari mobil-mobilnya yang lain, lebih dariyang dapat kubayangkan sebelumnya.
Sejak hari itu kami berbagi suka dan duka bersama, walau kadang aku membuatnya kecewa sehingga ayah marah. Tetapi satu hal tetap tak berubah. Ayah menyayangiku sejak dulu, sekarang dan ayah akan tetap menyayangiku seumur hidupku.
for this post
Leave a Reply